Logo

Menu Utama > Article > ADHD pada Orang Dewasa: Gejala, Tantangan, dan Penanganan

JELAJAHI INFORMASI

Terkini dan terlengkap

Personal
ADHD pada Orang Dewasa: Gejala, Tantangan, dan Penanganan

ADHD pada Orang Dewasa: Gejala, Tantangan, dan Penanganan

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas adalah kondisi neuropsikiatrik yang umumnya dikenal sebagai gangguan masa kanak-kanak. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa hingga 60% individu dengan ADHD terus mengalami gejalanya hingga usia dewasa (Faraone et al., 2006). ADHD pada orang dewasa dapat tetap tidak terdiagnosis, karena gejala-gejalanya seringkali tersamar atau disalahartikan sebagai gangguan psikologis lainnya.

Gejala khas ADHD pada orang dewasa meliputi kesulitan mempertahankan perhatian, pelupa dalam aktivitas sehari-hari, kesulitan mengatur waktu, ketidakmampuan menyelesaikan tugas, impulsivitas, serta kegelisahan internal. Berbeda dengan anak-anak, hiperaktivitas pada orang dewasa seringkali tampak sebagai rasa gelisah atau kebutuhan terus-menerus untuk bergerak secara mental maupun fisik.

Namun demikian, banyak gejala ADHD yang tumpang tindih dengan gangguan psikologis lainnya, seperti gangguan kecemasan, gangguan mood (depresi atau gangguan bipolar), gangguan tidur, dan gangguan penggunaan zat. Sebagai contoh, individu dengan gangguan kecemasan juga dapat mengalami kesulitan konsentrasi, sementara orang dengan depresi mungkin terlihat kurang berenergi dan mudah teralihkan. Hal ini menjadikan diagnosis ADHD pada dewasa cukup kompleks dan memerlukan evaluasi klinis yang menyeluruh.

Penelitian oleh Kessler et al. (2006) menegaskan bahwa karena tumpang tindih gejala, ADHD pada dewasa sering tidak terdiagnosis secara akurat, atau bahkan terdiagnosis secara keliru. Oleh karena itu, penting bagi profesional kesehatan mental untuk melakukan asesmen yang komprehensif guna membedakan ADHD dari kondisi comorbid atau gangguan lain yang memiliki gejala serupa.

Penanganan ADHD pada orang dewasa mencakup kombinasi terapi farmakologis dan psikologis. Obat stimulan seperti methylphenidate dan amphetamine telah terbukti meningkatkan perhatian dan mengurangi impulsivitas serta gejala hiperaktif. Di samping itu, terapi kognitif perilaku (Cognitive Behavioral Therapy/CBT) juga bermanfaat untuk membantu individu dalam mengelola distraksi, mengatur waktu, dan mengembangkan strategi penyelesaian masalah (Safren et al., 2005).

Penting untuk memahami bahwa ADHD pada dewasa adalah kondisi medis yang nyata dan berdampak signifikan terhadap fungsi sosial, pekerjaan, dan psikologis. Konsultasi dengan psikiater atau psikolog klinis yang berpengalaman menjadi langkah awal yang penting dalam mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat.

Referensi:

  1. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition (DSM-5).

  2. Faraone, S. V., Biederman, J., & Mick, E. (2006). The age-dependent decline of attention deficit hyperactivity disorder: A meta-analysis of follow-up studies. Psychological Medicine, 36(2), 159–165.

  3. Kessler, R. C., Adler, L., Barkley, R., et al. (2006). The prevalence and correlates of adult ADHD in the United States: Results from the National Comorbidity Survey Replication. American Journal of Psychiatry, 163(4), 716–723.

  4. Safren, S. A., Otto, M. W., Sprich, S., Winett, C. L., & Wilens, T. E. (2005). Cognitive-behavioral therapy for ADHD in medication-treated adults with continued symptoms. Behaviour Research and Therapy, 43(7), 831–842.